Kamis, 04 Februari 2021

Menerima Penderitaan

Satriawan - 15 Oktober 2013



     Kita sering merasa lelah setelah bekerja karena telah menghabiskan banyak energi dan menguras otak. Saat sampai di rumah hal yang paling dicari adalah kasur. Itu sudah jadi hal umum dalam kehidupan layaknya handphone yang sudah dipakai sampai kehabisan baterai maka harus mengisi daya, manusia pun butuh tidur untuk memulihkan tenaga.
     Kita sudah terbiasa menjadikan aktivitas tidur sebagai upaya dalam memulihkan tenaga setelah seharian beraktivitas. Tidur memang memberikan kenyamanan bagi kita yang sudah kelelahan setelah beraktivitas tetapi konsep ini akan memiliki arti yang berbeda ketika kita menjadikan tidur sebagai kebiasaan yang terlalu sering. Misalnya saja ketika kamu menjadi pengangguran yang lebih suka berbaring dari pada mencari aktivitas bermanfaat lainnya. Suatu saat kamu akan menganggap bahwa tidur itu membosankan. Sama halnya ketika kamu menjadi orang yang tidak mampu, kamu akan sangat menghargai nilai uang dari satu juta rupiah sebagai uang yang besar. Sedangkan ketika kamu menjadi orang yang berkecukupan maka mungkin saja kamu kurang menghargai nilai dari uang satu juta itu karena memang kamu sudah terbiasa mendapatkan nilai sebesar itu.
     Dari contoh tersebut, bisa disimpulkan bahwa kita sebagai manusia cenderung memberikan konsep bahagia kepada diri sendiri sebagai suatu kenyamanan atau pencapaian yang kita dapatkan melalui usaha tertentu. Tidur akan menjadi kenyamanan yang luar biasa ketika kita memang merasa sangat lelah, seolah-olah kasur adalah surga bagi para pekerja. Bagi orang yang tidak mampu, mendapatkan uang satu juta rupiah adalah pencapaian yang luar biasa jika dibandingkan dengan orang yang berkecukupan nilai dari satu juta rupiah adalah nilai yang sudah biasa didapat. Itulah mengapa kebahagiaan tidak memiliki standar yang berlaku bagi semua orang.
     Kebahagiaan adalah situasi yang kita ciptakan sendiri dan kita sendiri pula yang menentukan dimana titik kebahagiaan itu. Melihat titik kebahagiaan orang lain kemudian membandingkannya dengan kondisi kita sendiri akan membuat buram titik yang kita miliki sehingga kita sendiri tidak tahu dimana letak kebahagiaan yang kita miliki dan pada akhirnya kamu hanya akan bertanya “kapan aku akan bahagia ?”. Jawabannya adalah ketika kamu memperjelas titik itu.

Rabu, 03 Februari 2021

Terang dan Gelap

 

Satriawan - 19 Juni 2013

 

     Seringkali kita mengalami konflik intrapersonal mengenai sebuah pilihan yang bahkan kita sendiri tidak tahu apakah ini berujung atau tidak, apakah kita memang harus memilih atau tidak. Dan sering juga kita dibuat gelisah jika memikirkan itu sepanjang waktu tanpa tahu apa yang harus dilakukan. Kemudian berakhir dengan kalimat tanya “untuk apa ini dipikirkan ?”.

     Pada dasarnya manusia adalah orang baik, namun latar belakang dan pengalaman yang tidak menyenangkan melunturkan kebaikan seseorang sehingga membuatnya tidak bisa melawan kegelapan di dalam dirinya. Atau bahkan sensasi positif yang berlebihan pun dapat memberi celah bagi seseorang untuk menggelapkan kepribadiannya seperti kekayaan yang melimpah memudahkan sisi gelap manusia untuk mengambil alih dan berakhir dengan kesombongan. Hal tersebut memberi pengertian bahwa kehidupan memiliki orientasi mengenai arah yang dituju manusia apakah akan ke sisi gelap ataukah ke sisi terang atau sederhananya kita hanya bisa memilih menjadi orang baik atau tidak baik. Gambaran kehidupan manusia memang sesederhana itu. Tapi, proses dari perdebatan batin yang manusia alami sampai ia mencapai titik kesadaran tidaklah sesederhana itu, melainkan sangat kompleks. Sama halnya dengan ilmu psikologi yang menjelaskan mengenai kepribadian manusia, tak akan cukup untuk menjelaskan secara rinci pada satu buku saja.

     Kita telah melupakan hal penting mengapa manusia diciptakan dengan derajat yang lebih tinggi dari malaikat. Yah, kehendak. Kita diciptakan dengan fasilitas yang luar biasa yaitu kehendak untuk melakukan apa yang kita mau, meskipun itu berarti bahwa kehendak juga merupakan kelemahan manusia karena melemahkan konsistensi dalam berbuat hal positif. Kehendak tidak hanya membebaskan kita dari belenggu terhadap pilihan untuk menjadi baik atau tidak, tetapi juga membebaskan kita dari banyak aspek seperti bebas memilih peran. Kita bebas memilih mau menjadi apa dan sebagai apa kita hidup. Menjadi orang baik tanpa tahu apa yang harus dilakukan sama saja seperti menggunakan garpu untuk menyendok nasi. Untuk itu kita perlu menetapkan peran apa yang cocok bagi diri kita. Karena jika kamu hanya berputar dalam persoalan untuk menjadi orang baik atau tidak, itu tak akan ada habisnya. Selain dua pilihan tersebut, ada banyak peran yang bisa kita tempati sebagai pilihan alternatif untuk menghentikan perdebatan batin mengenai “sisi terang dan sisi gelap”. Peran yang cocok pun secara otomatis akan menuntun dirimu untuk mencapai sisi terang, meskipun tetap harus melewati jalan yang panjang dan banyak godaan. Tidak perlu terjebak pada konsistensi yang tidak bisa kita kendalikan sebab sifat manusia memang dinamis dan fleksibel dan suatu saat kita pasti akan melakukan kesalahan. Jadi fokus saja pada peranmu dan pilihlah yang tepat.

     Jika kamu pandai berbicara jadilah motivator, jika pandai menulis buatlah buku untuk memberikan pesan positif untuk banyak orang, jika kamu ingin jadi dokter bantu lah pasien sebisa mungkin dengan kemampuanmu dan seterusnya. Yang penting kamu harus ingat bahwa kamu tidak bisa menolong semua orang, jangan jadikan peran sebagai beban karena dalam Al-Qur’an pun menerangkan bahwa jika kamu menolong satu orang maka kamu seperti menolong semua orang.

Selasa, 02 Februari 2021

Apa Yang Kamu Punya

Satriawan - 4 Desember 2012


 

     Prinsip hidup setiap orang memang memiliki dimensinya masing-masing. Kita tidak bisa menyatakan bahwa si A memiliki prinsip yang paling benar dan si B memiliki prinsip yang paling buruk. Banyak orang memiliki prinsip berdasarkan pengalaman masing-masing entah itu pengalaman indah atau pengalaman buruk. Misalnya saja jika keluargamu pernah menjadi korban ketidakadilan hukum, maka prinsip mengenai keadilan bisa saja menjadi pedoman berpikirmu bahkan untuk segala aspek kehidupan. Hal itu disebabkan oleh latar belakang pengalamanmu mengenai ketidakadilan.

     Berada di zaman dimana prinsip anak muda dikendalikan oleh prinsip kolot memang menyebalkan. Yah coba bayangkan, kamu memiliki satu keinginan untuk menjadi musisi namun orang tuamu memaksamu untuk menjadi dokter karena prinsip ayahmu mengenai “kesejahteraan datang dari uang” maka kamu harus kaya untuk mensejahterakan dirimu. Atau ketika kamu memiliki kehidupan yang sederhana dan kamu merasa nyaman dengan keadaanmu, tapi orang-orang disekitarmu sering beranggapan bahwa kamu ketinggalan zaman karena prinsip mereka yang terlalu maju kedepan tanpa melihat keadaan yang sebenarnya. Atau ketika kamu merasa bahwa apa yang kamu lakukan untuk tujuan pribadimu bisa mengatasinya sendiri selama kamu mampu, namun orang-orang terdekatmu menilai bahwa dirimu angkuh.

     Itu semua terjadi karena perbedaan prinsip. Tapi hal yang harus diingat adalah mereka tidak salah. Mereka hanya memegang prinsip yang tidak sama dengan kamu. Itu saja.

     Yang jelas kamu adalah peran utama dalam duniamu sendiri. Sesekali kita memang harus membiarkan orang lain mencampuri urusan kita, anggap saja sebagai pembanding. Tapi kita tidak bisa bergantung pada kemampuan orang lain jika hal tersebut menghambat perkembangan dirimu sendiri. Semakin sering kamu bergantung pada kemampuan orang lain, maka semakin kamu menunjukkan pada dunia bahwa kamu tidak memiliki apa-apa. Kamu harus tau bahwa konsep kerja sama bukan berarti bahwa orang lain akan menutupi kemampuan yang lain, tapi melengkapi sesuatu yang kosong atau membagi posisi untuk tujuan tertentu.

     Apapun pedoman berpikir yang kamu miliki, jika kamu rasa itu adalah hal baik maka genggamlah prinsip itu meskipun kamu dianggap aneh. Biarkan orang lain mengkritik tapi jangan biarkan mereka mengusik. Saya pribadi suka menonton anime yang katanya hanya tontonan anak kecil. Yah biarkan mereka mengkritik, yang jelas semua kata-kata bijak dalam anime, pembahasan topik yang berat, dan konsep berpikir yang disajikan pada anime tidak lah dimengerti anak kecil. Itu yang tidak diketahui oleh orang yang makan sambal tapi benci dengan cabai.


Senin, 01 Februari 2021

Indera Yang Tak Berfungsi

Satriawan - 31 Oktober 2011



Apa yang kamu pikirkan tentang indera yang kamu miliki ?. Ciptaan Tuhan paling hebat yang melebihi teknologi apapun yang ada di dunia ini. Terima kasih Tuhan atas nikmat-Mu. Jadi apa yang membuat manusia tidak memanfaatkan teknologi canggih ini untuk hal-hal yang indah ?.

     Kita telah diberi akal dan pikiran dengan kerumitan yang sangat luar biasa, tapi yang sering terjadi adalah kita sebagai manusia melakukan kebodohan atas kepintaran yang kita miliki. Ini yang membuat manusia sangat menarik. Kita lebih sering menggunakan indera yang kita miliki berdasarkan apa yang kita inginkan dan apa yang kita ketahui. Saat berjalan berkilo-kilo meter di wilayah gersang sedangkan kita sangat haus, mata dapat merefleksikan hal yang kita inginkan seperti air, pepohonan dan sebagainya. Mata kita tertipu oleh keinginan yang sebenarnya tidak nyata.

     Kita sering menyangkal apa yang kita dengar dari beberapa sumber ketika informasi tersebut berlawanan dari apa yang kita yakini. Anggap saja kamu meyakini bahwa bumi itu datar, apapun informasi yang kamu dengar tentang teori “bumi itu bulat” akan kamu abaikan karena tidak sejalan dengan pikiranmu atau bahkan kamu akan mencari pembelaan lain untuk mematahkan teori tersebut meskipun sebenarnya teori yang kamu abaikan adalah sebuah fakta. Atau ketika kamu memiliki hubungan dengan pacarmu yang sudah berlangsung selama tujuh tahun, tiba-tiba temanmu mengatakan bahwa pacarmu berselingkuh. Apakah kamu langsung percaya ?. Meskipun apa yang dikatakan temanmu itu benar, kamu tidak mau mendengar itu. Itulah penyebab telingamu tidak berfungsi saat itu.

     Intinya adalah manusia memang memiliki pola emosi yang tidak tetap tapi juga tidak fleksibel karena dibutuhkan keahlian dalam mengatur emosi atau kita sebut kecerdasan emosional. Indera pemberian Tuhan sangat lah sempurna, hanya saja kita yang kurang memahami cara menggunakannya. Ada saat dimana indera kita sama sekali tidak berfungsi meskipun tidak rusak, dan ada juga saat dimana indera kita berfungsi dengan baik meskipun dalam keadaan rusak. Logika dan perasaan manusia adalah alat kemudi yang dapat mengendalikan indera dengan baik. Logika dapat mengarahkan indera menuju jalan yang disebut kebenaran, perasaan dapat menuntun indera menuju jalan yang disebut kebaikan. Asal keduanya seimbang, hidupmu tidak akan tersesat.