Seringkali kita mengalami konflik intrapersonal
mengenai sebuah pilihan yang bahkan kita sendiri tidak tahu apakah ini berujung
atau tidak, apakah kita memang harus memilih atau tidak. Dan sering juga kita
dibuat gelisah jika memikirkan itu sepanjang waktu tanpa tahu apa yang harus
dilakukan. Kemudian berakhir dengan kalimat tanya “untuk apa ini dipikirkan ?”.
Pada dasarnya manusia adalah orang baik, namun
latar belakang dan pengalaman yang tidak menyenangkan melunturkan kebaikan
seseorang sehingga membuatnya tidak bisa melawan kegelapan di dalam dirinya. Atau
bahkan sensasi positif yang berlebihan pun dapat memberi celah bagi seseorang untuk
menggelapkan kepribadiannya seperti kekayaan yang melimpah memudahkan sisi
gelap manusia untuk mengambil alih dan berakhir dengan kesombongan. Hal
tersebut memberi pengertian bahwa kehidupan memiliki orientasi mengenai arah
yang dituju manusia apakah akan ke sisi gelap ataukah ke sisi terang atau
sederhananya kita hanya bisa memilih menjadi orang baik atau tidak baik. Gambaran
kehidupan manusia memang sesederhana itu. Tapi, proses dari perdebatan batin
yang manusia alami sampai ia mencapai titik kesadaran tidaklah sesederhana itu,
melainkan sangat kompleks. Sama halnya dengan ilmu psikologi yang menjelaskan
mengenai kepribadian manusia, tak akan cukup untuk menjelaskan secara rinci
pada satu buku saja.
Kita telah melupakan hal penting mengapa
manusia diciptakan dengan derajat yang lebih tinggi dari malaikat. Yah,
kehendak. Kita diciptakan dengan fasilitas yang luar biasa yaitu kehendak untuk
melakukan apa yang kita mau, meskipun itu berarti bahwa kehendak juga merupakan
kelemahan manusia karena melemahkan konsistensi dalam berbuat hal positif. Kehendak
tidak hanya membebaskan kita dari belenggu terhadap pilihan untuk menjadi baik
atau tidak, tetapi juga membebaskan kita dari banyak aspek seperti bebas
memilih peran. Kita bebas memilih mau menjadi apa dan sebagai apa kita hidup. Menjadi
orang baik tanpa tahu apa yang harus dilakukan sama saja seperti menggunakan garpu
untuk menyendok nasi. Untuk itu kita perlu menetapkan peran apa yang cocok bagi
diri kita. Karena jika kamu hanya berputar dalam persoalan untuk menjadi orang
baik atau tidak, itu tak akan ada habisnya. Selain dua pilihan tersebut, ada
banyak peran yang bisa kita tempati sebagai pilihan alternatif untuk
menghentikan perdebatan batin mengenai “sisi terang dan sisi gelap”. Peran yang
cocok pun secara otomatis akan menuntun dirimu untuk mencapai sisi terang,
meskipun tetap harus melewati jalan yang panjang dan banyak godaan. Tidak perlu
terjebak pada konsistensi yang tidak bisa kita kendalikan sebab sifat manusia
memang dinamis dan fleksibel dan suatu saat kita pasti akan melakukan
kesalahan. Jadi fokus saja pada peranmu dan pilihlah yang tepat.
Jika kamu pandai berbicara jadilah
motivator, jika pandai menulis buatlah buku untuk memberikan pesan positif
untuk banyak orang, jika kamu ingin jadi dokter bantu lah pasien sebisa mungkin
dengan kemampuanmu dan seterusnya. Yang penting kamu harus ingat bahwa kamu
tidak bisa menolong semua orang, jangan jadikan peran sebagai beban karena
dalam Al-Qur’an pun menerangkan bahwa jika kamu menolong satu orang maka kamu
seperti menolong semua orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar