Rabu, 03 Februari 2021

Terang dan Gelap

 

Satriawan - 19 Juni 2013

 

     Seringkali kita mengalami konflik intrapersonal mengenai sebuah pilihan yang bahkan kita sendiri tidak tahu apakah ini berujung atau tidak, apakah kita memang harus memilih atau tidak. Dan sering juga kita dibuat gelisah jika memikirkan itu sepanjang waktu tanpa tahu apa yang harus dilakukan. Kemudian berakhir dengan kalimat tanya “untuk apa ini dipikirkan ?”.

     Pada dasarnya manusia adalah orang baik, namun latar belakang dan pengalaman yang tidak menyenangkan melunturkan kebaikan seseorang sehingga membuatnya tidak bisa melawan kegelapan di dalam dirinya. Atau bahkan sensasi positif yang berlebihan pun dapat memberi celah bagi seseorang untuk menggelapkan kepribadiannya seperti kekayaan yang melimpah memudahkan sisi gelap manusia untuk mengambil alih dan berakhir dengan kesombongan. Hal tersebut memberi pengertian bahwa kehidupan memiliki orientasi mengenai arah yang dituju manusia apakah akan ke sisi gelap ataukah ke sisi terang atau sederhananya kita hanya bisa memilih menjadi orang baik atau tidak baik. Gambaran kehidupan manusia memang sesederhana itu. Tapi, proses dari perdebatan batin yang manusia alami sampai ia mencapai titik kesadaran tidaklah sesederhana itu, melainkan sangat kompleks. Sama halnya dengan ilmu psikologi yang menjelaskan mengenai kepribadian manusia, tak akan cukup untuk menjelaskan secara rinci pada satu buku saja.

     Kita telah melupakan hal penting mengapa manusia diciptakan dengan derajat yang lebih tinggi dari malaikat. Yah, kehendak. Kita diciptakan dengan fasilitas yang luar biasa yaitu kehendak untuk melakukan apa yang kita mau, meskipun itu berarti bahwa kehendak juga merupakan kelemahan manusia karena melemahkan konsistensi dalam berbuat hal positif. Kehendak tidak hanya membebaskan kita dari belenggu terhadap pilihan untuk menjadi baik atau tidak, tetapi juga membebaskan kita dari banyak aspek seperti bebas memilih peran. Kita bebas memilih mau menjadi apa dan sebagai apa kita hidup. Menjadi orang baik tanpa tahu apa yang harus dilakukan sama saja seperti menggunakan garpu untuk menyendok nasi. Untuk itu kita perlu menetapkan peran apa yang cocok bagi diri kita. Karena jika kamu hanya berputar dalam persoalan untuk menjadi orang baik atau tidak, itu tak akan ada habisnya. Selain dua pilihan tersebut, ada banyak peran yang bisa kita tempati sebagai pilihan alternatif untuk menghentikan perdebatan batin mengenai “sisi terang dan sisi gelap”. Peran yang cocok pun secara otomatis akan menuntun dirimu untuk mencapai sisi terang, meskipun tetap harus melewati jalan yang panjang dan banyak godaan. Tidak perlu terjebak pada konsistensi yang tidak bisa kita kendalikan sebab sifat manusia memang dinamis dan fleksibel dan suatu saat kita pasti akan melakukan kesalahan. Jadi fokus saja pada peranmu dan pilihlah yang tepat.

     Jika kamu pandai berbicara jadilah motivator, jika pandai menulis buatlah buku untuk memberikan pesan positif untuk banyak orang, jika kamu ingin jadi dokter bantu lah pasien sebisa mungkin dengan kemampuanmu dan seterusnya. Yang penting kamu harus ingat bahwa kamu tidak bisa menolong semua orang, jangan jadikan peran sebagai beban karena dalam Al-Qur’an pun menerangkan bahwa jika kamu menolong satu orang maka kamu seperti menolong semua orang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar