![]() |
Satriawan - 13 Maret 2014 |
Saya pernah memiliki pengalaman unik ketika pergi ke puncak mengendarai motor dengan teman-teman. Kami berangkat dengan tiga motor beriringan pada sore hari dengan harapan sampai di puncak sebelum pukul 21.00 malam. Belum sampai setengah perjalanan, knalpot motor saya patah. Awalnya kami berniat melanjutkan perjalanan dengan mencari bengkel terdekat, tapi sesampainya di bengkel ternyata saya tidak cukup uang untuk ganti knalpot, akhirnya kami hanya mengakalinya untuk sementara (yang penting sampai puncak dulu). Setelah jalan sekitar 15 km, ternyata knalpot patah lagi dan kondisinya pun akan hujan. Akhirnya kami memutuskan untuk cari penginapan disekitar karena tidak ingin melanjutkan perjalanan dan langsung pulang besok. Kemudian kita meneduh di teras rumah warga karena hujan. Secara kebetulan, warga setempat menawarkan untuk menginap di rumahnya karena sudah malam, dan melihat salah satu motor kami yang rusak mereka pun secara spontan mengatakan,”Di sebelah ada bengkel las, kalau mau bisa di las supaya besok bisa lanjut ke puncak dek”.
Yah alhasil, kami dapat penginapan gratis dan motor saya pun bisa melanjutkan perjalanan ke puncak di pagi hari. Memang ini terjadi secara kebetulan. Tapi bukan itu pointnya. Jika dari awal saya memutuskan untuk pulang, itu juga tidak salah dan esok harinya motor pun bisa diperbaiki di bengkel dekat rumah. Hanya saja tidak ada puncak esok harinya. Dan kejadian ini bukan hanya sekedar keberuntungan, tapi bentuk campur tangan Tuhan atas skenarionya.
Hidupmu Bukan Adaptasi Novel Superhero
Sejak kecil perilaku kita untuk meniru superhero atau karakter utama dalam film tidak bisa hilang begitu saja. Bahkan sekarang di usia yang sudah dewasa, setelah menonton film, hasrat untuk meniru karakter utama yang bisa menolong banyak orang akan tetap melekat pada perilaku kita meskipun tidak terlalu mencolok seperti kita lakukan waktu kecil, jika ingat akan masa-masa itu kita akan merasa diri ini sangat konyol (^_^). Kita sering termotivasi untuk melakukan hal baik setelah menonton film yang menginspirasi, termotivasi untuk tidak menyerah dalam berusaha setelah menonton film tentang kesuksesan seseorang, dan termotivasi untuk menjadi pahlawan setelah menonton Naruto Shippuden. Yah itu sah sah saja, asalkan kita tidak membawa imajinasi film ke dunia nyata karena tidak semua prinsip dalam film bisa diterapkan di dunia nyata.
Contoh paling nyata di Indonesia adalah penonton yang membenci karakter antagonis pada sinetron. Ini terjadi karena emosi penonton terbawa hingga ke dunia nyata tanpa memahami bahwa emosi yang mereka bawa sudah berada di dimensi yang berbeda. Penempatan emosi yang tidak tepat dan akhirnya menghujat karakter nyata atas apa yang diperankan. Ini sangat konyol, kecuali jika kita memang membenci karakter karena tidak memerankan karakter dengan baik.
Contoh lainnya adalah setelah kita menonton film super hero mungkin kita akan terbawa suasana untuk melakukan kebaikan hingga kita akan berpikir dan beranggapan bahwa “saya memiliki misi di dunia untuk menyelamatkan banyak orang”. Motivasi yang bagus untuk berbuat hal positif, tapi sayangnya hidup kita bukan adaptasi dari novel superhero. Meskipun kita memiliki perilaku yang baik dan kompetensi yang cukup untuk menjadi seorang pahlawan, tapi ekspektasi tidak semanis realita. Kalian akan menemukan banyak ketidakmungkinan pada dunia nyata, dan itu tidak terjadi pada film.
Setiap Orang Mendapatkan Pertolongan Yang Dibutuhkan, Dan Kamu Tidak Tahu
Tuhan sudah menentukan peran untuk setiap orang dan tidak mungkin tertukar. Mungkin kita diberikan peran untuk menolong seseorang yang kita sebut “A”, kemudian “A” memiliki peran untuk menolong “B dan C”. Ketika kita tahu bahwa kita tidak mampu untuk menolong “D”, kita hanya cukup sadar diri bahwa kita bukan Tuhan atau malaikat dan peran kita cukup sampai situ karena bisa saja “D” sudah ada dalam skenario lain yang akan dibantu oleh “E”, hanya saja kita tadak tahu.
Skenario film yang kita sebut “Kehidupan” sudah sempurna, kita hanya cukup melakukan apa yang kita mampu dan tidak perlu memikirkan hal-hal rumit yang bukan keahlian kita. Peran setiap manusia adalah peran terbaik karena mereka adalah satu dari jutaan sperma yang berhasil menjuarai lomba di dalam rahim, bukan tidak mungkin jika memang Tuhan memilih satu dari jutaan peserta karena suatu alasan. Tinggal bagaimana cara kita memainkan peran dan tidak mengubah naskah yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar