Satriawan - 21 Maret 2013 |
Ingatkah kita bagaimana indahnya cinta pertama, kagum pertama atau sayang pertama. Ketiganya menurut saya hal yang berbeda tapi untuk saat ini anggap saja sama. Kata orang, cinta pertama adalah hal paling berkesan daripada cinta-cinta selanjutnya dimana kekasih yang kita cintai akan kita perlakukan seperti ratu (bagi laki-laki) dan ada banyak drama di setiap kejadian walaupun mungkin hanya hal sederhana seperti suap-suapan super alay, pegangan tangan yang tak pernah lepas, kalimat selamat tidur yang sepanjang pendahuluan makalah dan masih banyak lagi.
Ketika kita mencintai seseorang, kita tidak akan tahu kapan kita benar-benar buta dan kebutaan itu akan merubah sudut pandang atau bahkan merubah perilaku. Kita mungkin akan melupakan tongkrongan demi menyediakan waktu untuk dia, tidak peduli dengan pelajaran di sekolah untuk memperhatikan dia, dan lupa dengan uang jajan kita yang pas-pasan untuk dia bahagia. Yah meski itu menyakitkan tapi sakit itu akan terbayar walaupun hanya dengan ucapan “terima kasih” oleh dia.
Menurut Wikipedia, cinta adalah suatu emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Saat kamu merasakan jatuh cinta, yang terjadi adalah produksi dopamin akan meningkat yang akan membuatmu lebih bahagia, namun disaat yang sama fungsi dari frontal cortex (bagian dari otak) yang bertugas membuat keputusan menutup jadi terganggu. Ini yang menyebabkan kita sulit berpikir logis dalam bercinta. Menurunnya tingkat logis yang kita miliki akan merubah sudut pandang yang bahkan tadinya kita pegang sangat erat dan bukan tidak mungkin jika kamu tidak akan merasakan kehilangan kendali. Yah karena cinta selalu benar dan akan salah ketika sudah jadi mantan.
Bukan berarti bahwa cinta adalah sebuah virus yang harus dihindari, tapi ini tentang bagaimana kita menganggap cinta tersebut. Cinta bukanlah prioritas utama dalam hidup (saat pacaran) dan ketika cinta sudah menjadi prioritas utama maka bisa kita bisa menyebutnya virus. Ketika teman-temanmu memperingatkanmu bahwa ada yang salah dengan hubunganmu, maka turunkan perasaanmu untuk dapat berpikir logis dan sebisa mungkin untuk bertanya kepada dirimu sendiri apa yang salah, karena terlalu yakin terhadap perasaan hanya akan membuat kita bodoh dihadapan orang lain.
Paradigma Kebudayaan (kepercayaan)
Sebelum teknologi berkembang seperti sekarang, kita sering terlalu percaya terhadap apa yang dikatakan orang-orang dewasa tanpa menerima alasan atau penyebab dari sesuatu, kalaupun ada jawaban itu sangat mistis sehingga kita terpaksa untuk percaya. Beberapa mitos masih bisa kita cerna dengan akal sehat dan ada beberapa yang bahkan tidak masuk akal. Yah prinsip kuno. Contoh : “Anak kecil dilarang keluar rumah setelah magrib”. Bagi penduduk Jawa anak kecil dilarang keluar rumah karena takut diculik makhluk halus. Senada tapi tak sama, menurut pandangan Islam memang ada hadist yang menerangkan demikian,”Jangan kalian membiarkan anak anak kalian di saat matahari terbenam sampai menghilang kegelapan malam sebab setan berpencar jika matahari terbenam sampai menghilang kegelapan malam,” (Dari Jabir dalam kitab Sahih Muslim).
Sebuah buku ilmiah keagamaan karya Prof. DR. Ir. H. Osly Rachman, MS berjudul “The Science Of Shalat” menjelaskan bahwa menjelang Maghrib, alam akan berubah menjadi spektrum cahaya berwarna merah. Setiap warna dalam spectrum mempunyai energi, frekuensi dan panjang gelombang yang berbeda. Sedangkan ketika waktu Maghrib tiba, terjadi perubahan spektrum warna alam selaras dengan frekuensi jin dan iblis, yakni spektrum warna merah. Pada waktu ini, jin dan iblis amat bertenaga karena memiliki resonansi bersamaan dengan warna alam. Banyak interfernsi atau tumpang tindihnya dua atau lebih gelombang yang berfrekuensi sama sehingga penglihatan terkadang kurang tajam oleh adanya fatamorgana.
Jadi kesimpulannya adalah pesan itu disampaikan secara turun-temurun, namun yang terjadi beberapa generasi tidak menjelaskan sebab dan akibat dari perkataan orang terdahulu dan sulitnya mencari informasi di zaman tersebut membuat kita terpaksa percaya dan meyakininya mentah-mentah sehingga makna dari pesan tersebut tidak sampai ke generasi selanjutnya dan jadilah mitos. Namun tidak semua mitos merupakan perkataan benar dari seorang tokoh, bisa saja memang sebuah dongeng atau perkataan tanpa penjelasan ilmiah seperti “Ibu yang sedang hamil tidak boleh keluar saat gerhana bulan”. Meskipun masih banyak masyarakat yang percaya dengan mitos ini, sayangnya hingga saat ini mitos tersebut tidak terbukti secara ilmiah. Memang gerhana bulan memiliki dampak bagi manusia, tetapi tidak secara khusus berlaku bagi ibu hamil. Menurut artikel yang tertulis di situs NASA, gerhana bulan dapat mempengaruhi manusia ketika ia melihat dengan mata telanjang dan akan mengakibatkan terbakarnya retina hingga mengalami kebutaan. Yang berarti ini berlaku bagi semua orang.
Ikuti Kata Hati Saat Kau Merasa Tenang
Untuk mempercayai suatu hal memang kita tidak bisa berlandaskan pada logika saja, terkadang kita merasa bahwa apa yang kita lakukan dan hal itu logis tetapi hati kita tetap merasa gelisah seperti ada sebuah kesalahan atas apa yang kita lakukan atau apa yang kita yakini. Pada dasarnya kita terlahir suci dengan pikiran yang bersih, kemudian kita tumbuh dengan lingkungan yang mempengaruhi pandangan kita tentang kehidupan. Beruntung bagi seseorang yang tumbuh di lingkungan dimana ia tidak terikat oleh adat dan budaya serta orang-orang dengan pikiran terbuka. Tantangan diberikan bagi seseorang yang lahir dan tumbuh di lingkungan orang-orang dengan pikiran yang tertutup atau kita bisa sebut kolot dimana kita tidak bisa berpikir secara bebas dan terikat oleh tradisi setempat.
Untuk mencari sebuah kebenaran kita harus menenangkan pikiran dan mungkin butuh waktu untuk sendiri. Carilah tempat yang membuatmu merasa tenang, lalu berpikirlah secara jernih disitu. Manfaatkan teknologi yang ada untuk melakukan riset terhadap apa yang kita yakini dan kita pun harus menyiapkan mental jika memang apa yang kita yakini sejak kecil ternyata hal yang salah. Jika kamu terlalu yakin bahwa pasanganmu adalah kekasih terbaik, sedangkan teman-temanmu bilang sebaliknya maka kita menyiapkan mental untuk mencari tahu kebenaran. Jika lingkungan sekitar mendidikmu sejak kecil dengan ajaran yang menurutmu kurang baik, cari tahu kebenaran itu dengan kemampuanmu sendiri atau bertanya pada banyak orang berilmu. Jika pikiranmu tenang, pikiran itu akan menuntunmu ke arah jawaban yang benar.
Pustaka :
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Cinta#:~:text=Cinta%20adalah%20suatu%20emosi%20dari,diri%20seseorang%20akibat%20faktor%20pembentuknya.
https://m.fimela.com/lifestyle-relationship/read/3778077/4-reaksi-mengejutkan-yang-terjadi-di-otak-saat-kamu-sedang-jatuh-cinta
http://sabilalmuhtadin.sch.id/articles-detail.cfm?ID=210
Rachman, O., 2011, The Science of Shalat, Qultum Media,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar