![]() |
Satriawan - 12 Juni 2015 |
Sosial media saat ini menjadi sebuah wadah bagi para komentator sepak bola, eh maksudnya netizen (sama sih) untuk mengekspresikan apa yang ada dipikirannya. Sedikit saja hal menarik terjadi maka peristiwa itu akan banjir dengan komentar. Yah sebetulnya normal-normal aja. Bisa disebut tidak normal ketika hal itu menjadi rutinitas yang akhirnya membuang waktu dan tidak produktif malahan menjadi hal negatif kemudian kehilangan akal positif.
Orang-orang yang memiliki visi dalam kehidupannya sangat jarang sekali membuka sosial media untuk hal-hal seperti itu karena ada banyak hal-hal produktif yang harus dilakukan, kecuali mereka sedang gabut aja. Memang pada umumnya saat kita melihat sesuatu yang dapat memancing emosi kita seperti konten yang kita tidak kita suka, kebahagiaan yang membuat kita iri dan perilaku tidak baik dari seseorang, pikiran-pikiran negatif akan membanjiri otak kita seakan mulut kita tidak bisa menahan kata-kata kotor yang mau keluar. Kita dapat memastikan bahwa kita belum menjadi orang baik sepenuhnya ketika tidak bisa memfilter kata-kata apa yang harus keluar dari mulut kita hanya untuk menyinggung seseorang. Itu karena kita tidak bisa memastikan bahwa kita lebih baik dari orang itu. Terlebih kita tidak tau apapun motif dan latar belakang dari perilakunya. Bisa jadi mereka memiliki tujuan yang lebih mulia jika dibandingkan kita yang sibuk dengan produktivitas julid kita.
Tanpa filter yang dilatih, kita akan kesulitan menampung ratusan hal yang kita pikirkan dan ingin keluar begitu saja. Kita harus memahami bahwa hal-hal yang buruk dan terlintas dalam pikiran kita harus difilter dengan ketat untuk tidak keluar di sembarang tempat. Ketika kita memiliki pikiran buruk tentang seseorang, lebih baik simpan untuk kita sendiri. Kalaupun kita ingin cerita, maka cerita lah pada orang yang tepat yang tidak dengan mudah menyebarkan informasi itu. Karena cerita buruk yang kita sampaikan akan memberi persepsi kepada orang yang kita ceritakan dan akan menjadi masalah yang besar ketika ia menceritakan ke orang-orang lainnya. Sama seperti konsep MLM hanya saja kamu tidak bonus dari downline kamu, tapi mendapatkan dosa.
Filter Informasi
Di era teknologi ini dimana informasi tersebar luas dengan cepat kita harus bijak dalam memilih apa saja yang bisa kita publikasi. Emosi berbentuk amarah merupakan pintu bagi kata-kata buruk yang akan kita keluarkan. Meskipun tidak mudah, kita tetap harus melihat ke depan tentang akibat dari apa yang kita ucapkan. Kita sudah melihat banyak kasus ujaran kebencian yang akhirnya tertangkap kamera, eh maksudnya tertangkap oleh polisi. Dan kata maaf saat itu sama sekali tidak berguna karena mengarahkan pikiran orang lain untuk berpikir positif tidak semudah mengarahkannya ke arah negatif. Percaya atau tidak, sekali orang lain mengenalmu sebagai pencuri maka selamanya kamu akan dianggap pencuri, sampai persepsi orang itu berubah karena alasan tertentu dan itu tidak bisa berubah begitu saja.
Jadi, biasakan diri kita untuk tetap diam dan amati terlebih dahulu ketika kita tidak suka terhadap perilaku orang lain. Simpan rasa itu sampai kamu benar-benar menemukan fakta bahwa anggapanmu itu benar. Kalaupun benar, tidak perlu juga kamu publikasi sebab kita tidak akan tahu kapan orang itu akan berubah dan mungkin jadi lebih baik dari kamu sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar